Sumbawa Besar, KA
Kisruh lahan masyarakat di Desa Mulya kecamatan Labangka, Desa Plampang dan Desa Teluk Santong Kecamatan Plampang, Kabupaten Sumbawa dengan pihak perusahaan PT. Sumbawa Bangkit Sejahtera (SBS) belakangan ini menjadi sorotan publik.
Menanggapi hal itu, General Manager PT. Sumbawa Bangkit Sejahtera (SBS) melalui Staf Humas, Sebastian Adrial, menegaskan, persoalan ditengah masyarakat terkait lahan tersebut, sudah clear and clean.
"Artinya tahapan pembebasan atau ganti rugi lahan warga yang tercantum namanya sebanyak 201 orang itu sudah dilakukan dan berikan ke pemilik lahan tersebut," ungkap Sebastian Ardil, kepada awak media, Senin (16/01/2023).
Menurut Bastian, sapaan akrab pria asal NTT ini, pembayaran ganti rugi lahan yang dimiliki warga seluas 2 hektar per KK (warga, red) itu sudah dituntaskan tanpa terkecuali serta disaksikan Pemerintah Desa dan dikuatkan dengan pihak notaris juga secara legal pada waktu itu.
"Jadi kami tidak pernah sama sekali mengambil hak-hak masyarakat apalagi merampas secara paksa itu semua tidak benar, semua itu sudah clear and clean. Namun semua tahapan kami lakukan guna menganti rugi lahan yang dikelola oleh masyarakat selama ini. Sejak kami datang berinvestasi ke Sumbawa, semua proses ijin sesuai aturan serta regulasi kami tuntaskan," tegas Bastian.
Begitu juga terkait dengan lahan APL yang dimiliki pihak perusahaan pada tahun 2013, itu semua sudah diukur batas dan pemasangan PAL oleh pihak BPKH Denpasar langsung.
"Lahan tersebut diluar kawasan hutan dan lahan itu semua sudah menjadi milik perusahaan sesuai dengan ijin pembukaan lahan sebanyak 1248,25 hektar dari SK Bupati tersebut," tukasnya.
Bastian menjelaskan, pembebasan ganti rugi ke masyarkat sudah dilakukan sesuai dengan aturan serta mekanisme yang ada. Seiring berjalannya waktu, pihaknya melakukan kegiatan tanam.
"Terkait dengan Hak Guna Usaha (HGU), kami juga diminta pastikan kembali, apakah lahan yang dikelola ini di luar kawasan hutan, untuk memastikan itu semua pihaknya melayangkan surat ke BPKH Denpasar dan guna memastikan persoalan kawasan ini, secara langsung yang turun kelapangan waktu itu kepala BPKH Denpasar (Pak Wisnu), tim BPN dan KPH Empang," ungkapnya.
Kendati berdekatan dengan kawasan hutan tersebut, terang Bastian, PAL yang dari perusahaan dipasang mundur dari kawasan.
"Kami tidak mau terlalu dekat dengan kawasan hutan karena kami tidak mau terjadi masalah kedepannya," katanya.
Ditegaskan, pada tahun 2021, semua surat sudah keluar yang menyebutkan bahwa lahan yang dikelola pihak perusahaan tidak ada masalah atau Clean and clear.
"Kami juga sudah mengajukan HGU usai itu pada bulan November tahun 2021 turunlah tim BPN melakukan sidang panitia guna mengecek lokasi dengan semua pihak termasuk pemda untuk mengkroscek ke lapangan wilayah yang digarap pihak perusahaan. Usai dilakukan cek and rechek itu semua sudah dinyatakan clear dan layak mengajukan HGU," cetusnya.
Selain itu, ungkap Bastian, lahan yang dikelola pihak perusahaan mengacu pada peta lama. Dimana peta tersebut dibuat oleh pihak pemdes, masyarakat pada waktu itu sudah dilakukan pembebasan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada.
"Kami ada data terkait pembebasan lahan masyarakat yang berjumlah 201, itu semua sudah tuntas dilakukan pembayaran maka dibuatlah kemudian perjanjian pelepasan hak yang dibuat pada bulan Maret tahun 2013. Semua itu tuntas kami lakukan serta ditandatangi oleh berbagai pihak yang berwenang baik itu dari masyarakat, pemdes," pungkasnya.(KA-01)